Alat Musik Tradisional Bombardom

Diposting oleh Label: di





BOMBARDOM

BOMBARDOM adalah alat musik tiup tradisional di Kabupaten Ngada yang masih eksis hingga generasi modern saat ini. Bombardom terbuat dari dua jenis bambu yang dalam bahasa daerah disebut Peri dan Ila.

Bambu yang berukuran besar (peri) berfungsi menampung udara dan bambu berukuran kecil (ila) berfungsi meniup udara. Bambu penampung suara dibuat dalam dua bentuk, yaitu yang panjang berukuran 75 centimeter dan yang pendek 53 centimenter. Sedangkan bambu peniup suara (ila) lebih panjang tujuh centimeter dari ukuran bambu besar. Diameter lumbang pada bambu besar sekitar lima centimeter. Bombardom menghasilkan dua jenis suara yakni bariton dan sopran.

Warga Tololela, Pelipus Dama kepada Pos Kupang, Selasa (15/12/2015) mengatakan,
alat musik yang diwariskan orangtua mereka sejak puluhan tahun lalu itu sebagai alat musik pendamping untuk alat musik lain seperti suling.
Pada zaman manusia belum mengenal alat musik modern, bombardom menjadi alat musik yang selalu digunakan masyarakat untuk mengiringi lagu-lagu di setiap event, misalnya, saat kunjungan pejabat pemerintah ke desa-desa. Bombardom juga dipakai sebagai alat musik penghantar pasangan calon nikah sebelum menuju gereja dan menyambut setelah pulang gereja.

Bahan baku bombardom adalah bambu jenis Peri dan Ila. Tanaman ini masih banyak di wilayah itu. Warga Tololela sudah membuat bombardom sebanyak 500 buah yang saat ini disimpan secara rapih. Rata-rata masyarakat di kampung itu sudah trampil meniup bombardom.

Pelipus Dama yang adalah ketua sanggar seni menuturkan, sejarah musik suling dan bombardom serta musik rakyat lainnya seperti, benyo, gitar, strend bass dan okalele sudah dihidupkan sejak tahun 1960 yang dimotori Bapak Thomas dengan membentuk   kelompok musik "Lina Wae Lengi". Secara bebas, kata Lina Wae Lengi diterjemahkan sebagai "air bersih yang beraroma".

Sejarah perjalanan kelompok musik Lina Wae Lengi ini eksis hingga tahun 1980, selanjutnya tidak berjalan optimal hingga tahun 2013. Di tahun 2004, kelompok musik ini dihidupkan kembali menjadi sanggar musik suling yang dikomandoi Pelipus Dama bersama anggotanya 34 orang. Saat itu mereka mendapat bantuan dana dari pemerintah pusat senilai Rp 50 juta untuk menata kembali kepengurusan sanggar serta kegiatan-kegiatannya.

Pelipus Dama dan Scolastika Dhone mengatakan, upaya melestarikan bombardom sudah dilakukan sejak dulu oleh masyarakat lokal secara konvensional. Dalam arti, masyarakat masih mengenal nama bombardom, bentuk bombardom, mengetahui bahan bakunya, cara pembuatan dan ukurannya, sekaligus mempelajari cara meniup bombardom. Semua itu merupakan upaya menjaga dan melestarikan alat musik bombardom.

Sebagai pengurus sanggar, Pelipus Dama dan seluruh anggota serta masyarakat umum terus menjaga dan melestarikan alat musik bombardom agar tidak tergerus oleh pengaruh globalisasi. Sebab, dengan perkembangan terknolgi yang kian pesat serta munculah alat musik modern,
seperti gitar, piano, biola dan alat musik modern lainnya bisa mengurangi minat masyarakat terhadap musik tradisional. Masyarakat lebih menyukai alat musik modern yang dinilai lebih bergensi dibandingkan musik tradisional.

Dari fenomena ini dan sejalan dengan program pemerintah untuk melestarikan budaya, banyak pihak atau lembaga mulai menggali potensi-potensi budaya dan berupaya menghidupkan kembali musik tradisional yang nyaris punah.  PT Indocon merupakan lembaga yang turut menggambil peran besar dalam menjaga dan melestarikan alat musik tradisional di Ngada.

Upaya yang sedang dilakukan masyarakat lokal sekarang adalah membumikan kembali alat musik tradisional bombardom lewat cara promosi. Lewat anggota sangar, bombardom terus dibumikan. Anggota sanggar selalu siap sedia meniup bombardom jika dibutuhkan oleh pemerintah atau atas permintaan wisatawan saat mengunjungi Kampung Tololela. "Untuk bombardom, sekali tampil dibayar Rp 500 ribu, sedangkan musik rakyat lainnya, Rp 400 ribu," kata Pelipus Dema diakui Katharina Ayu.

Mereka mengharapkan kepada pemerintah agar tidak berhenti mempromosikan bombardom. Pemerintah mesti lebih pro aktif mengajak generasi penerus bangsa khususnya di Ngada untuk melatih tiup bombardom. Saat ini, lanjut warga, bombardom mulai dipraktekan di sekolah-sekolah sehingga banyak pelajar SD, SMP bahkan SMA di wilayah Jerebu'u sudah trampil meniup bombardom. Namun, praktek meniup bombardom belum berlaku di seluruh sekolah di Kabupaten Ngada.

Masyarakat dan pecinta musik tradisional di Ngada secara khusus di wilayah Jerebu merasa puas dan bangga setelah bombardom terdaftar dalam rekor MURI dengan nomor 7091/R.MURI/IX/2015.  Festival musik tiup bombardom yang melibatkan peserta di atas 500 orang itu telah mempopulerkan bombardom ke seluruh dunia.(teni jenahas).
Posting Komentar

Back to Top